Duapuluh tahun silam aku begitu tergila-gila dengan chinese food. Sampai-sampai begitu melihat etalase rumah makan chinese food yang berisi sawi, wortel, kembang kol aku langsung napsu. Pada saat itu aku tidak pernah memikirkan faktor halal dan haram, saking senengnya. Karena kecerobohanku dan kengawuranku itu, beberapa kali aku makan makanan yang tidak halal tanpa kusadari. Hal itu baru kusadari beberapa tahun kemudian. Astaghfirullaah....
Saat ini aku sudah tidak begitu maniac dengan chinese food. Memang segala sesuatu itu ada masanya. Dulu juga aku pernah cinta mati dengan empek-empek, tapi dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia serta bertambahnya kemampuan memasak, kegilaan itu luntur dengan sendirinya.
Kali ini aku ingin berbagi pengalamanku makan di salah satu rumah makan cina yang sudah kuno di daerah Tanjung Priok Jakarta Utara. Namanya rumah makan Bahari. Menurut informasi dari seorang teman, rumah makan ini sudah menjadi langganan dia dan keluarganya dari jaman baheula (SD) sampai dengan saat ini dia berusia 42 tahun.
Lokasinya pas di pinggir jalan raya Cilincing. Tidak ada tanda-tanda khusus mengenai rumah makan ini. Sekilas seperti rumah tinggal yang tertutup pintunya hanya di atas pintu tertera nama Bahari. Bagi yang belum pernah makan di sana, mungkin akan ragu untuk masuk karena pintunya selalu tertutup rapat.
Begitu kita memasuki rumah makan itu, kita akan langsung masuk ke bagian dapur masak rumah makan tersebut yang disampingnya ada meja kasir. Lucunya, kita harus masuk satu pintu lagi ke ruangan lain yaitu ruang makannya.Letaknya di belakang dapur masak. Pertama kali aku memasuki dapur masaknya, terkesan ruangannya pasti sempit. Namun ternyata di ruang makan itu cukup lega dan bersih walaupun bentuk ruangannya sangat kuno. Sepertinya rumah makan tersebut belum pernah mengalami renovasi sama sekali.
Terdapat beberapa meja makan yang cukup tua di ruang makannya.
Menu masakan yang tersedia di selembar kertas putih yang dilaminating sangat standar rumah makan china. Ada mie goreng, mie ayam, nasi goreng, puyunghai, capcay dan lain-lain. Sangat standar.
Aku memesan bihun goreng dan temanku memesan bakmie goreng.
Tak beberapa lama pesananku datang disusul bakmie goreng pesanan temanku. Porsi kedua makanan tersebut cukup besar. Penampilannya cukup bersih dan menarik terkesan mereka mengolahnya dengan cukup serius. Accesorisnya cukup banyak terutama untuk mie gorengnya, karena aku memesan bihun goreng tanpa ayam dan ati ampela.
Dari segi rasa tidak mengecewakan. Rupanya ini yang membuat rumah makan ini tetap bertahan keberadaannya karena mempunyai banyak pelanggan setia.
Bihun gorengnya enak dan gurih dihiasi dengan bakso ikan yang segar, bakso sapi berkualitas bagus dan udang yang juga masih segar. Telurnya pun cukup generous. Tekstur bihunnya juga berbeda dengan bihun rata-rata, di sini bihunnya sedikit besar-besar namun tidak lembek.
Seperti pada rumah makan china lainnya, selalu disediakan acar mentimun, sambel dan acar cabe dalam botol.
Melirik meja sebelah, mereka memesan bakmie ayam. Porsi bakmie ayamnya tidak seperti umumnya, porsinya besar.
Untuk minumannya kami tidak memesan karena belakangan ini aku selalu membawa air mineral dari rumah. Bukan hanya untuk menjaga kesehatan, air minum ini juga turut membantu mengirit biaya air minum yang biasanya dipatok minimum 10 ribu rupiah di setiap tempat makan, selain itu membantu mengurangi sampah plastik air mineral.
Kami berdua sempat ngos-ngosan juga untuk menghabiskan makanan masing-masing. Akhirnya pun tidak habis.
Untuk satu porsi bihun goreng dihargai Rp. 30 ribu demikian halnya bakmie goreng. Memang cukup mahal untuk sebuah rumah makan china, tapi itulah harga dari sebuah barang antik. Namun rasanya juga tidak mengecewakan.
Mau coba? Tempatnya ada di jalan raya cilincing no. 28, disamping bengkel motor dan persis di depan pelabuhan Tanjung Priok.
No comments:
Post a Comment