Thursday, September 15, 2011

Kacang Cino

Oh adikku, kekasihku ojo pijer nangis wae
Ayo dolan karo aku, ono ngisor uwit manggis
Sedelo meneh, Ibu rawuh ngasto oleh-oleh
Gedhang goreng, Kacang Cino, Jadah karo Kuih Moho......


Bagi teman-teman seumuranku yang masa kecilnya dihabiskan di daerah Jawa Tengah dan Jogjakarta pasti mengenal lagu ini. Lagu ini diajarkan di sekolah taman kanak-kanak. Syairnya adalah tentang seorang kakak yang menghibur adiknya yang sedang menangis karena ditinggal ibunya pergi ke pasar. Si kakak menjanjikan pada adiknya bahwa Ibu akan segera datang membawa oleh-oleh makanan yang salah satunya adalah Kacang Cino.

Dari ketika mengenal lagu ini, aku tidak pernah tau apa yang dimaksud dengan Kacang Cino. Bentuknya, rasanya, hanya sebuah syair lagu belaka. Sebab di pasaran tidak pernah ada yang menjual yang namanya Kacang Cino.

Belakangan beredar di pasar makanan Kacang Thailand. Kacang tanah goreng yang dibumbui dengan cabai, garam dan gula atau madu kemudian dicampur dengan daun jeruk kering. Ketika dikunyah di mulut rasanya akan berubah seperti sambel Pecel.

Tadi malam aku bertemu teman yang baru pulang dari Cina. Dia menawariku camilan kacang yang dia bawa dari sana. Sangat menarik. Biji kacangnya besar-besar dan dicampur dengan cabai kering, merica szechuan kering, garam dan penyedap. Hampir mirip dengan Kacang Thailand tapi yang ini tampilannya lebih sangar karena didominasi dengan warna merah serpihan-serpihan cabe kering.


Ketika akan mencobanya sudah ada rasa miris melihat tampilannya. Benar juga. Rasa pedasnya cabai yang intens bercampur dengan asin dan gurihnya penyedap akan membuat kita tersedak apabila kurang berkonsentrasi ketika mengunyahnya. Belum lagi ditambah pedas dan semriwingnya butiran-butiran merica szechuan atau andaliman kering yang nampak bertebaran diantara kacang tanahnya.
Sensasi terakhir yang akan membuat kita kaget dan panic adalah rasa dari merica szechuan yang baru akan muncul belakangan. Rasanya lidah menjadi kesemutan diiringi rasa pedas serta semriwing dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan memancing air liur kita keluar lebih banyak dan membuat kita berkeringat. Sungguh sensasional! Bagi yang tidak mengenal andaliman atau merica szechuan pasti akan panic merasakan sensansi ini. Tapi karena aku sudah tau efek merica sechuan jadi hal tersebut tidak membuatku heran.


Nama kacang ini aku tidak tau karena plastik pembungkusnya bertuliskan huruf kanji. Untuk mempermudah, aku dan kawan-kawan menyebutnya Kacang Cina sesuai asal kacang tersebut.

Mengingat rasanya yang luar biasa, rasanya lagu di atas kurang relevan. Sebab apabila si adik dibawakan Kacang Cino oleh Ibunya, ketika dia makan instead of tertawa senang malahan tangisnya makin kenceng......:)

Tuesday, September 13, 2011

mBok Tulus

Kita semua pasti kenal dengan Ayam Goreng Kalasan yang lezat dengan sambelnya yang manis.
Kalasan adalah nama suatu tempat atau daerah di Jogjakarta yang letaknya di sebelah timur kota itu yang menuju ke Candi Prambanan.
Ayam Goreng Kalasan yang terkenal adalah mBok Berek dan Ny. Suharti. Keduanya merupakan icon Ayam Goreng Kalasan dan tidak salah lagi memang keduanya berasal dari Kalasan.

Aku terkenang dengan ayam goreng kalasan langganan keluarga kami dari semasa aku kecil.
Ayam itu ditawarkan dari rumah ke rumah oleh seorang ibu yang kurus kecil yang memakai kain kebaya dan menggendong bakul besar di punggungnya. Namanya mBok Tulus.
Walaupun badannya kecil namun beliau ini orang yang sangat kuat. Bagaimana tidak? Dia berjalan kaki dari desanya di Kalasan yang kurang lebih berjarak 20 km dari kota Jogja dengan menggendong tenggok atau bakul dagangannya berkeliling dari kampung ke kampung di kota Jogja untuk berjualan ayam goreng.
Pada saat itu transportasi di Jogja memang tidak seperti sekarang jadi jalan satu-satunya memang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Belakangan setelah transportasi sudah ada, beliau naik angkutan dari Kalasan dan turun di pinggiran kota Jogja kemudian berjalan kaki  berkeliling kota menyambangi langganan-langganannya.

Menurut cerita, beliau ini dulunya bekerja di rumah makan mBok Berek di Kalasan kemudian keluar dan memutuskan untuk berjualan keliling. Makanya ayam buatan mBok Tulus ini rasanya sama dengan ayam yang dijual mBok Berek.
Beliau tidak setiap hari lewat atau datang ke rumah kami tapi waktunya tidak tentu, oleh karena itu kadang di saat kita pengen banget makan ayam gorengnya, terpaksa kita harus menunggu kedatangannya. Atau kalau memang tidak sabar maka Ibu akan menyusul jauh-jauh ke Kalasan untuk meminta beliau datang keesokan harinya. Hal itu terus berlangsung sampai aku dewasa dan berumah tangga. Ada saatnya aku pulang ke Jogja maka aku selalu ingin makan ayam goreng mBok Tulus. Suaranya yang khas itu sangat kami tunggu-tunggu... "Buuuu.....ayame buuu...." dan Ibuku akan langsung menyahut dari dalam "Yo....mBok...."

Ayamnya adalah ayam kampung yang diungkep dengan bumbu-bumbu sederhana seperti bawang putih dan ketumbar kemudian digoreng utuh, dikemas dalam besek bambu disertai dengan kremesan yang dipisah dibungkus plastik dan sambel yang dibungkus daun pisang kecil-kecil. Sambelnya manis dan sangat serasi dengan gurihnya ayam sedangkan rasa ayamnya gurih, empuk, lezat sekali. Beliau juga menjual ati ampela goreng dan uritan goreng. Uritan adalah telur muda ayam. Yang ini adalah favoritku. Luar biasa gurihnya...
Kami selalu membawanya pulang ke Jakarta karena tidak puas makan di Jogja.
Saking senangnya kami dengan ayam ini bahkan suami adikku pernah punya ide untuk membawa mBok Tulus ke Jakarta dan akan dia buatkan rumah makan ayam goreng. Tentu saja sulit bagi mBok Tulus yang orang desa dan tidak pernah pergi keluar dari Jogja untuk mengembara ke kota lain. Apalagi Jakarta!

Menurutku dari semua ayam goreng, khususnya ayam goreng kalasan, hanya mBok Tuluslah yang bisa mewakili rasa ayam kalasan. Disamping ayamnya adalah ayam kampung rasanya juga tidak complicated. Sederhana dan amat gurih. Apalagi ditaburi kremesannya yang juga amat gurih walaupun hanya dimakan dengan nasi putih.

Tahun berlalu waktupun berjalan. mBok Tulus semakin tua. Beliau semakin kurus, semakin kecil dan kesehatannya pun menurun. Beliau sudah tidak sanggup lagi berjalan untuk menjajakan ayamnya.
Akhirnya pada beberapa tahun silam, kurang lebih 5 tahun yang lalu, beliau tidak pernah datang-datang lagi ke rumah kami. Beliau wafat meninggalkan kenangan. Kami merasa sangat kehilangan. Tentu saja kehilangan makanan favorit kami dan yang paling penting kami merasa kehilangan beliau.
Beliau sosok yang sederhana, pekerja keras yang tidak pernah mengeluh. Pribadinya yang sopan, penampilannya yang bersih dan tidak banyak bicara membuat kami selalu asih kepadanya. Dia selalu hadir mengikuti pertumbuhan keluarga kami sampai akhirnya pergi untuk selama-lamanya.
Terimakasih mBok Tulus untuk pengabdianmu sampai akhir hayat pada ayam goreng yang selalu kami nikmati. Terimakasih telah membuat tahun-tahun kami berarti. Rasanya beliau adalah bagian dari perjalanan hidup keluarga kami.
Sampai saat ini kami belum menemukan ayam goreng penggantinya, juga belum menemukan orang seperti mBok Tulus yang setulus hatinya...
Semoga ibadahnya di dunia menempatkannya di tempat yang baik di sisi Allah SWT. Aamiin