Saturday, July 30, 2011

Padusan

Siang di musim kemarau yang panas ini, aku teringat masa kecilku di Jogja bersama saudara-saudaraku. Hari ini adalah hari terakhir menjelang datangnya bulan puasa. Biasanya, dulu, kami anak-anak kecil di kampungku di Jogja nun jauh 12 jam perjalanan by car, melakukan ritual yang dinamakan Padusan.

Acara padusan ini kita tunggu-tunggu karena bisa menjadi alasan bagi kami untuk mandi-mandi bermain air bersama dengan anak-anak lain. Kami berangkat beramai-ramai ke kolam renang yang cukup legendaris di kota Jogja yaitu Umbang Tirto. Bisa beramai-ramai naik sepeda atau naik becak. Di sana kami berjam-jam berendam dan bermain-main air sambil bercanda tertawa-tawa. Suasana kolam pun penuh dengan anak-anak seusia kami. Mereka juga mempunyai alasan yang sama untuk bermain-main air, Padusan.

Sebenarnya makna ritual Padusan sendiri bagi orang jawa adalah lebih merupakan pembersihan diri dalam rangka memasuki bulan suci ramadhan. Yang kami lakukan adalah mandi dan keramas menyucikan diri dari khadas dan najis dan tentu saja bisa dilakukan di rumah, bukan di kolam renang yang notabene airnya tidak suci.

Namun itulah yang selalu kami lakukan dari tahun ke tahun dalam menyambut datangnya ramadhan. Kami anak-anak bersuka cita menyambut acara padusan ini. Hal tersebut juga dilakukan oleh anak-anak lain yang tidak mampu pergi ke kolam renang, alternatifnya mereka beramai-ramai pergi ke kali terdekat dan seperti kami mereka pun bermandi-mandi dan bermain air ber jam-jam. Bahkan ada juga beberapa orang dewasa yang ikut meramaikan acara ini di sungai.

Sehari sebelumnya kita sudah mencuci bersih peralatan sholat kami yang nanti akan kami pakai untuk sholat taraweh di mesjid. Semua rukuh (mukena) dan sajadah kita rebus dalam panci besar dengan air mendidih yang telah kami campur dengan sabun dan kadang blau. Mukena kami yang panjang dn sudah agak kuning warnanya supaya menjadi lebih putih dan bersih dengan merontokkan kotoran-kotoran yang menempel dengan merebusnya. Rukuh-rukuh ini kemudian kami kelantang di bawah sinar matahari kemudian kami setrika dan siap dipakai sholat taraweh. Baunya harum sehingga kami ingin terus memeluk dan menciumnya. Anak-anak sekarang jauh lebih beruntung dibanding kami waktu kecil. Mereka akan selalu dapat mukena baru di hampir tiap lebaran tiba. Sedangkan kami baru akan dapat mukena mori yang baru andai yang lama sudah tidak muat atau sudah robek.

Ritual lain yang dilakukan orang jawa dalam menyambut datangnya ramadhan adalah tradisi ruwahan. Seminggu sebelumnya para tetangga akan saling hantar menghantar makanan yang isinya sama : Kolak, Ketan dan Apem. Kolaknya berisi pisang raja dan ubi dengan kuah yang agak mengering. Ketannya dikukus dan dibumbui sedikit garam dan gula sedangkan apemnya dibuat dari tepung beras yang dicampur tape singkong dan santan. Ada makna yang terkandung dalam setiap dari makanan tersebut, tapi aku sendiri tidak faham. Tradisi ruwahan ini semakin lama semakin pudar dan bahkan sekarang-sekarang ini sudah tidak ada yang melakukannya lagi di kampung kami.

Itulah kenang-kenangan masa kecil kami dalam menyambut bulan suci. Seingatku bulan puasa selalu datang di bulan kemarau sehingga acara padusan itu begitu menyegarkan di hari yang panas... :)

Marhaban ya ramadhan....